Pergi ke luar negeri, entah kemanapun itu menjadi salah satu cita-cita saya sejak kecil. Saya percaya bahwa peribahasa yang mengatakan bahwa “lain lubuk lain ikan, lain kebun lain belalang” merupakan hal yang benar dan ini menjadi salah satu motivasi saya untuk dapat menginjakkan kaki di negara lain. Saya selalu ingat kata-kata dalam sebuah novel yang pernah saya baca. Kata-kata itu sebenarnya sederhana, akan tetapi memberikan kesan mendalam bagi saya dan menjadi sebuah “kepercayaan” tersendiri yang tertanam kuat dalam diri saya. “Sebuah paspor akan berkali-kali lebih memotivasi dibandingkan dengan membaca banyak buku motivasi”, kata-kata itulah yang saya tanamkan dalam diri saya. Artinya jika kita ingin pergi ke luar negeri kunci utama adalah mempunyai paspor, akan tetapi butuh waktu lama untuk saya menyadari hal tersebut. Dengan memiliki paspor, kita akan memiliki keinginan untuk mengisinya yakni dengan pergi ke luar negeri, dan dengan pergi ke luar negeri tentu akan memberikan pengalaman yang lebih besar dibandingkan dengan membaca pengalaman orang lain melalui buku motivasi.
Dengan bermodalkan tekad dan kepercayaan akan setiap peluang untuk mendapatkan kesempatan ke luar negeri, saya memberanikan diri mendaftar program The Dean Scholarship FISIP Undip yang baru dibuka untuk yang pertama kalinya yakni di tahun 2018. Meskipun saya tahu bahwa kemampuan berbahasa Inggris saya kurang mumpuni dan masih di bawah standar untuk mengikuti student exchange, saya tetap memberanikan diri karena saya yakin bahwa ini merupakan kesempatan saya untuk menghadapi ketakutan saya untuk berbicara menggunakan bahasa Inggris. Setelah melewati beberapa proses seleksi dan wawancara, akhirnya saya diumumkan sebagai penerima The Dean Scholarship dari departemen administrasi publik.
Setelah mengurus beberapa hal yang dibutuhkan seperti visa, asuransi, dan tiket penerbangan, saya dan tiga teman yang lain tiba di Sabah pada tanggal 28 Februari 2018. Universiti Malaysia Sabah (UMS) tepatnya di Fakulti Kemanusiaan, Seni dan Warisan (FKSW) merupakan tempat dimana saya belajar sebagai mahasiswa pertukaran selama satu semester. Di sana saya belajar di Sociology and Anthropology Sosial Programme, meskipun sebenarnya saya merupakan mahasiswa program S1 Administrasi Publik. Banyak adaptasi yang harus saya lakukan untuk belajar di UMS, seperti harus mengejar ketertinggalan materi kuliah karena saya baru mulai kuliah di minggu ke 4 karena pengurusan visa.
Di UMS saya mengambil 3 mata kuliah, yaitu Pembangunan dan Alam Sekitar, Perancangan dan Politik Pembangunan, serta Sosiologi Oranisasi Kompleks. Awalnya saya menyangka bahwa mata kuliah yang saya ambil akan dapat saya ikuti dengan baik karena mata kuliah tentang pembangunan dan organisasi merupakan mata kuliah utama di administrasi publik. Ternyata dugaan saya hilang seketika mengikuti kelas yang pertama, yakni bahasan mata kuliah dilihat dari perspektif sosiologi baik itu pembangunan maupun organisasi yang tentunya berbeda dengan administrasi publik. Ditambah lagi, meskipun saya merupakan mahasiswa internasional saya harus mengikuti kuliah dengan Bahasa Melayu baik penjelasan materi secara lisan dan slide presentasi dari dosen disampaikan dengan Bahasa Melayu karena mayoritas merupakan mahasiswa Malaysia dan hanya ada 2 mahasiswa internasional yaitu saya dan satu orang mahasiswa full-time dari Brunei Darussalam. Di sini saya mengalami kesulitan karena saya harus mempelajari materi kuliah dengan Bahasa Melayu yang meskipun hampir sama dengan Bahasa Indonesia tetapi ternyata banyak perbedaan diantara keduanya. Disini saya menyadari bahwa meskipun berasal dari satu rumpun bahasa yang sama, Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu, dan Bahasa Brunei memiliki banyak perbedaan. Bahkan Bahasa Melayu yang digunakan di Semenanjung Malaysia dengan Sabah pun berbeda. Selama kurang lebih 4 bulan di Sabah, saya sudah cukup bisa memahami dan berbicara dengan Bahasa Melayu baik Melayu Semenanjung maupun Sabahan.
Selama belajar di UMS, saya menemukan banyak hal-hal baru yang menakjubkan bagi saya, salah satunya adalah Perpustakaan UMS yang buka dari pukul 08.00 hingga pukul 22.30, bahkan hari Sabtu dan Minggu pun buka. Sehingga bukan merupakan hal yang asing ketika ramai mahasiswa yang belajar dan melakukan aktivitas lain di perpustakaan. Yang lebih menakjubkan lagi adalah Perpustakaan UMS sangat besar dan luas, terdiri atas 3 lantai yaitu lantai pertama berisi koleksi sosial humaniora dan megalab yang berisi ratusan komputer yang dapat digunakan oleh mahasiswa, lantai 2 berisi koleksi sains dan pengetahuan alam serta koleksi buku-buku yang mendapatkan anugerah nobel, dan lantai 3 berisi koleksi jurnal baik nasional maupun internasional dan buku-buku rujukan. Selain itu, Perpustakaan UMS juga dilengkapi dengan kubikal-kubikal untuk ruang belajar individu maupun bilik seminar untuk ruang diskusi. Bahkan terdapat pula bilik 24 jam yang sering digunakan mahasiswa untuk belajar dan beraktivitas hingga larut malam. Untuk meminjam buku pun cukup mudah karena di dalam perpustakaan disediakan 2 mesin seperti mesin ATM tetapi fungsinya adalah untuk memproses peminjaman buku. Jadi kita hanya perlu membawa buku-buku yang akan dipinjam ke mesin tersebut, lalu scan barcode yang ada pada kartu mahasiswa untuk masuk ke akun perpustakaan kita, selanjutnya scan barcode buku-buku yang akan dipinjam, setelah selesai kemudian klik keluar/exit dan receipt akan keluar dari mesin tersebut persis seperti mesin ATM. Selain itu, mahasiswa diperbolehkan meminjam buku maksimal 10 buku dengan masa peminjaman 14 hari dan boleh diperpanjang selama masih berstatus sebagai mahasiswa UMS.
Banyak fasilitas yang diberikan oleh pihak kampus seperti asrama bagi mahasiswa yang disebut dengan kolej kediaman dan mampu menampung lebih dari 75% mahasiswa UMS. Kolej Kediaman UMS ada yang terletak di dalam kampus yakni Kolej Kediaman Tun Mustapha, Kolej Kediaman Tun Fuad Stephens, dan Kolej Kediaman Excellent dan terdapat juga kolej kediaman yang berada di luar kampus UMS yakni Kolej Kediaman USIA (khusus mahasiswi), Kolej Kediaman Sri Angkasa, dan Kolej Kediaman Kingfisher. Semua kolej kediaman berbentuk seperti apartemen, kecuali Kolej Kediaman Kingfisher berbentuk rumah-rumah dalam satu kompleks dan mayoritas mahasiswa internasional (termasuk saya) tinggal di Kolej Kediaman Kingfisher karena memang merupakan kolej kediaman yang ditujukan untuk mahasiswa internasional. Di Kolej Kediaman Kingfisher saya tinggal di sebuah rumah yang berisi 5 orang yang terdiri dari 3 mahasiswi penerima The Dean Scholarship dan 2 mahasiswi penerima SHAREScholarship dari Kamboja.
Selain itu, transportasi di UMS juga cukup mudah karena disediakan beberapa jenis bus kampus yakni bus shuttle yang beroperasi di dalam kampus dan bus-bus yang digunakan sebagai transportasi mahasiswa yang tinggal di kolej kediaman luar. Bus shuttle akan lewat di halte-halte yang ada di dalam kampus kurang lebih 15 menit sekali, sedangkan bus pengangkutan dari kolej kediaman luar memiliki jadwal masing-masing dan agar tidak tertinggal bus, kita harus memahami jadwalnya seperti Bus Kingfisher dan Bus USIA yang hanya akan lewat 1 jam sekali, sedangkan Bus Angkasa akan lewat 20 menit sekali.
Yang lebih menarik daripada itu, UMS merupakan kampus yang menjadi salah satu destinasi wisata di Sabah karena lingkungannya yang asri dan menarik. UMS memiliki luas 9.999 m2 termasuk pantai ODEC (Outdoor Development Center) dan bukit yaitu UMS peak. Pantai ODEC merupakan pantai pasir putih di dalam kampus UMS yang memiliki pemandangan sunset yang sangat indah, sedangkan UMS Peak merupakan titik tertinggi UMS dimana kita dapat menyaksikan pemandangan pantai dan laut lepas serta pemdangan Kota Kinabalu dari atas ketinggian. Oleh karenanya, bukan hal yang asing jika sering melihat banyak turis mancanegara terutama Tiongkok yang berjalan-jalan di dalam kampus UMS bahkan tak jarang juga turis-turis tersebut berinteraksi dengan mahasiswa seperti menanyakan beberapa hal dan meminta tolong untuk difotokan.
Selain itu, Sabah juga merupakan negeri yang sangat menarik dimana banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi dan juga terkenal akan keindahan pantainya seperti Taman Nasional Tunku Abdul Rahman yang merupakan taman nasional di sebelah barat pantai lepas Kota Kinabalu yang terdiri atas beberapa pulau yaitu Pulau Gaya, Pulau Manukan, Pulau Sapi, Pulau Sulug, dan Pulau Mamutik. Saya berkesempatan untuk pergi ke 2 pulau yakni Pulau Sapi dan Pulau Manukan untuk menikmati keindahan pulau-pulau tersebut dengan snorkeling. Selain itu, Sabah memiliki etnik-etnik khas seperti Kadazan, Dusun, Rungus, dan beberapa etnik lainnya. Salah satu tradisi dan kebudayaan yang menarik adalah pesta panen Kadazan atau disebut sebagai Tadau Kaamatan yang diselenggarakan satu tahun sekali setiap bulan Mei. Mulai awal hingga akhir bulan Mei, akan ada acara-acara budaya dan festival Kadazan yang salah satunya adalah ajang pemilihan putri kecantikan Kadazan (Unduk Ngadau). Selama di Sabah, saya juga ikut merasakan pesta demokrasi Malaysia yakni Pemilihan Raya ke 14 (PRU14) dimana pertama kali dalam sejarah Malaysia mengalami pergantian partai penguasa yang sudah berkuasa sejak kemerdekaan Malaysia hingga 2018 dan digantikan dengan partai penguasa baru pemenang PRU14 yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri ke 4 Malaysia Tun Dr. Mahathir Mohamad yang kembali dilantik sebagai perdana menteri Malaysia ke 7 atas kemenangan partainya dalam PRU14.
Banyak hal dan pengalaman baru yang saya dapatkan selama saya di Sabah, mulai dari teman-teman baru di Malaysia yang berasal dari berbagai negeri di semenanjung, Sabah, dan Sarawak serta teman-teman dari negara lain seperti Kamboja, Vietnam, Jepang, Thailand, Myanmar, Timor Leste, dan Tanzania. Selain itu, saya juga belajar tentang Malaysia terutama Sabah dengan segala keunikannya termasuk belajar Bahasa Melayu logat semenanjung, Bahasa Melayu logat Sabahan, Bahasa Dusun, dan Bahasa Rungus. Saya juga mengetahui berbagai sisi lain Malaysia yang tidak dapat diketahui dari media, terutama Sabah yang merupakan salah satu negeri di Malaysia. Mungkin sampai saat ini yang terbersit di benak orang-orang bahwa Malaysia adalah Kuala Lumpur dan Semenanjung, padahal masih ada Sabah dan Sarawak yang justru berbatasan langsung dengan Indonesia yakni dengan Provinsi Kalimantan Utara. Selama belajar di UMS saya juga menyadari bahwa saya sangat minim pengetahuan tentang negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, padahal mereka merupakan negara-negara tetangga yang posisinya dekat dengan Indonesia dan orang-orang negara tersebut memiliki banyak pengetahuan tentang Indonesia. Hal tersebut membuat saya ingin mengetahui lebih dalam tentang negara-negara tentangga dan bagaimana keunikan-keunikan baik persamaan dan perbedaan-perbedaan terutama dalam hal budaya dan mindset yang kita miliki.